Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Impulsif Mencari Ketenangan Digersangnya Pasar Bubrah

Gunung Merapi

Salam rimba...! 

Selamat siang mitra cara merawat jaket gunung untuk menambah wawasan teman-teman.

Sekilas wacana gunung Merapi.

Gunung Merapi mempunyai ketinggian 2968M DPL pada tahun 2006. Gunung ini merupakan gunung berapi yang berada di Pulau Jawa, tepatnya Jawa Tengah. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia, bahkan di dunia. Sisi selatan gunung ini berada dalam manajemen Kabupaten Sleman, DIY, dan sisanya berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, sedangkan Kabupaten Klaten di sisi sebelah tenggara. Kawasan hutan disekitar puncaknya menjadi daerah Taman Nasional Gunung Merapi semenjak tahun 2004. Gunung ini sangat berbahaya lantaran berdasarkan catatan modern mengalami erupsi hingga dua hingga lima tahun sekali. Di sekitar area gunung ini juga terdapat pemukiman padat penduduk. Sejak tahun 1548 gunung ini sudah mengalami erupsi sebanyak 68 kali.Gunung Merapi sendiri berada di koordinat 7˚32’31”LS110˚26’46”BT/7,54196˚LS 110,446051˚BT.

Langsung saja kita simak pengalaman kami mendaki gunung Merapi brerikut ini.

Hari itu kami gelisah tak menentu menghadapi hari-hari luang tanpa kegiatan. Hingga ahirnya saya mengajak Gunawan mendaki gunung saja. Kami usang tak mendaki gunung bersama. Kerinduan akan suhu gunung yang mesra dan hamparan indahnya alam memaksa kami berjalan. Sebelumnya kami sempat menunggu satu sobat kontrakan lagi yang sedang sibuk dengan agenda kuliahnya. Karena hari itu kami tidak ada agenda kuliah. Selagi menunggu Syukur sobat kami pulang . Kami mempacking barang bawaan terlebih dahulu. Hingga waktu memperlihatkan pukul 22:00 WIB Syukur tak kunjung pulang. Jadi, kami putuskan untuk nanjak berdua saja.

1. Basecamp.

Hari itu Rabu, 17 September 2014 kami berangkat dari kontrakan kami di kota Surakarta. Rumah memanjang dan sudah berusia 26 tahun sekarang menjelma rumah sederhana siap huni. Cat hijau pupus tergores menyeluruh didindingnya. Rumah usang menjadi tampak baru. Sebenarnya kami sudah pernah menaiki gunung Merapi sebelumnya. Bahkan ini ialah pendakian keempat bagi Gunawan. Kami lekas menuju New Selo, tempat Basecamp Merapi berada. Kami berboncengan menggunakan motor untuk hingga di Basecamp. Sebelumnya kami berhenti di salah satu mini market dipinggiran Kota Solo untuk melengkapi logistik. Setelah semua barang bawaan kami packing, kembali perjalanan kami lanjutkan.

Hampir 1,5 jam perjalanan kami tempuh untuk hingga di New Selo. Kami lekas memarkir motor yang kami bawa sesampainya di Basecamp. Ternyata disana sudah ada pendaki lain yang sudah siap untuk menjajal trek menanjak gunung Merapi via New Selo. Mereka ialah rombongan dari kota Yogyakarta. Kami sempat mengobrol sedikit dengan mereka. Ya, untuk sekedar basa-basi. Hehehe. Sebenarnya hal itu juga untuk menjalin tali silaturahmi antara pendaki satu dengan lainnya. Pukul 00:00 WIB mereka berangkat dari Basecamp dan siap menapaki jalur pendakiangunung Merapi. Sedangkan saya dan Gunawan Masih stay di Basecamp untuk menikmati proses aklimatisasi sekaligus mengisi botol air mineral dengan air mentah yang ada di depan Basecamp.

Setelah semua siap kami lekas membayar retribusi kepada pihak Basecamp. Kami sempat kaget mendengar nominal yang bapak penjaga Basecamp lontarkan. Mahar Rp. 12.500 menjadi syarat sah mendaki gunung Merapi. Jadi, kami membayar Rp. 50.000 lantaran kami berniat ngecamp dua malam di Pasar Bubrah. Angka yang tidak mengecewakan fantastis mengingat tahun kemudian kami hanya ditarik bayaran Rp. 4.000/orang. Sekarang menjadi 3 kali lipat kenaikannya dan dihitung perhari. Jumlah itu belum termasuk biaya parkir. Sekarang ini mendaki gunung memang menjadi aktivitas yang mahal.Karena kepalang tanggung kami pribadi saja membayar dan memulai pendakian sekitar pukul 01:00 WIB.

2. Gapura Pendakian.

Kami pribadi disuguhi trek menanjak menuju pintu masuk pendakian. Kami berhenti untuk beristirahat ditempat melihat sunrise dan pemandangan. Tempat ini tidak mengecewakan tinggi dan terdapat jajaran abjad besar bertuliskan ‘New Selo’ diatasnya. Gunawan lekas pergi menuju kamar mandi yang ada diarea itu. Sementara itu saya menjaga barang bawaan. Ketika itu ada beberapa rombongan turis mancanegara yang turun disana menggunakan mobil-mobil travel. Kebanyakan turis yang tiba berasal dari Perancis, Jerman, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kami lihat mereka menyewa jasa Guide dan Porter.

Setelah Gunawan final membuang hajat. Kami lekas berjalan memulai pendakian menuju Pasar Bubrah. Kami berada di posisi paling belakang diantara rombongan-rombongan turis mancanegara tersebut. Sepertinya mereka hanya berniat melihat sunrise dari Pasar Bubrah atau Puncak saja. Itu terlihat dari barang bawaan mereka yang hanya mengenakan daypack. Gunung Merapi memang menjadi nirwana bagi para pencari sunrise.

3. Pos 1 dan Shelter.

Rute awal pendakian pribadi menanjak dan dikanan kirinya ialah perkebunan penduduk. Rata-rata penduduk di sini menanami kebun mereka dengan sayur-mayur dan tembakau. Jalan yang kami lalui tampaknya sudah direnovasi menjadi jalan beton menggunakan campuran semen. Kami sempat berhenti sejenak lantaran nafas yang mulai memburu. Kala itu Gunawan sempat melepas Jaketnya dan mengganti celananya dengan celana pendek untuk mempermudah mobilisasi.

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 1 sekaligus selter untuk beristirahat. Aku tidak terlalu merasa lelah lantaran hanya membawa tas selempang saja. Sedangkan carrier berkapasitas 100 L dibawa oleh Gunawan. Kami beristirahat sejenak sambil menikmati suasana hening yang ada. Selang beberapa ketika kami kembali berjalan menapaki rute pendakian yang sangat berdebu. Tetapi, dimalam hari hal itu tidak terlalu nampak. Hanya hidung yang sedikit gatal dan lisan menjadi kering.

4. Pos 2 Gunung Merapi.

Medan yang kami lalui semakin berat. Gunawan sempat kelelahan dan berhenti sejenak. Aku yang tidak begitu kelelahan dengan barang bawaanku yang hanya satu buah tas selempang berisi teropong, dan dua botol air minum serta beberapa peralatan lainnya meminta biar kami bergantian barang bawaan. Gunawan pribadi menyerahkan carrier berkapasitas 100 L miliknya kepadaku. Barang bawaan yang ada didalamnya memang berat dan sangat penuh. Maklum saja, bekal logistik untuk 2 orang dalam kurun waktu 2 hari, dan perlengkapan untuk dua orang kami bawa dalam satu carrier saja.

Setelah berjalan hampir 10 menit nafasku semakin tidak beraturan dan sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Kali ini nafasku semakin memburu. Untuk mengatasi hal itu, saya mengatur nafas menyerupai biasanya. Jalur pendakian yang semakin terjal dan menantang menjadi sajian khas gunung Merapi. Batu-batu kerakal berantakan di spepanjang jalur pendakian. Kami tetap berjalan menuju Pos 2 gunung Merapi via New Selo. Kami berhenti sejenak ketika mendengar pendaki lain yang berangkat lebih dulu berada didepan kami. Sepertinya mereka sedang beristirahat di Pos 2. Setelah suasana menjadi hening kembali, barulah kami kembali berjalan menuju Pasar Bubrah. Namun , di Pos 2 kami lihat ada satu orang turis pria sedang beristirahat seorang diri. Sepertinya ia tidak akan meneruskan pendakian dan menunggu teman-temannya disana. Aku hanya menyapanya “come on mister” itu yang saya ucapkan. Kami sengaja tidak beristirahat disana lantaran ada turis tersebut.

5. Pos 3 Gunung Merapi.

Langkahku semakin berat dan nafas kian memburu. Ahirnya saya meminta Gunawan membawa carriernya lagi. Aku ingat kalau hari sabtu saya akan mendaki lagi bersama teman-teman dari Purwokerto. Sehingga saya harus tetap menjaga fisik biar tetap fit. Di bawah Pos 3 kami bertukar barang bawaan kembali.Sebenarnya kami sanggup saja mendirikan tenda di Pos 3. Tapi, kami lebih menentukan Pasar Bubrah untuk mencari lapak. Selain letaknya yang erat dari Puncak Merapi. Pasar Bubrah juga mempunyai dataran yang luas. Hanya saja tidak ada pepohonan untuk berteduh disiang hari. Hanya bebatuan yang berantakan disekitar area. Ahirnya kami melewati tanjakan terahir menuju Pasar Bubrah. Mentari yang begitu indah tak lagi aib untuk terus menampakkan dirinya. Sekitar pukul 05:15 kami hingga di Pasar Bubrah dnan segera mencari tempat mendirikan tenda. Kami tidak pribadi summit pada hari itu juga lantaran semalaman penuh kami tidak tidur. 

6. Pasar Bubrah.

Narsis disekitar Pasar Bubrah


Tak memerlukan waktu yang usang tenda pun sudah terpancang dengan gagahnya. Saran bagi teman-teman apabila mendirikan tenda dimedan menyerupai Pasar Bubrah. Pasak yang ada tidak sanggup tertancap secara sempurna. Sehingga teman-teman harus mencari bongkahan kerikil untuk menindihnya dalanm posisi terbujur. Untuk menghindari tiupan angin kencang, teaman-teman sanggup mengikatkan tali pada kerikil yang cukup besar. Pasar Bubrah sendiri ialah area gersang yang didominasi bebatuan besar dan kecil. Letaknya tidak begitu jauh dari Puncak Merapi. Sehingga tidak memerlukan waktu yang usang untuk mencapai Puncak.

Hari itu kami lalui hanya dengan bermalas-malasan dan tidur hingga siang hari. Kami terbangun lantaran sinar matahari begitu mengkremasi disiang hari.Itu disebabkan sengatan sinar matahari pribadi berkenaan dengan tenda. Perlu teman-teman ketahui kalau di Pasar Bubrah tidak ada tumbuhan. Hanya ada bebatuan-batuan besar dan kecil. Aku sempat tidur diluar tenda tepat dibawah kerikil besar untuk untuk menghindari sinar matahari secara langsung.

Sehabis dhuhur kami sudah tidak sanggup tidur lagi lantaran kabut mulai merambat naik. “Hei Wet! Km lihat monyet ga?” Gunawan memanggilku biar mendekat.”Iya Gun, gede banget tuh kera!” saya sedikit heran. Terlihat didekat monumen sedih cita untuk salah satu pendaki, sesosok binatang hampir setinggipinggang insan sedang berjalan mondar mandir entah mencari apa. Setelah saya teropong , ternyata benar saja itu ialah seekor monyet gunung yang sangat besar. Waktu itu hanya ada kami berdua di Pasar Bubrah. Suasana sangat sepi dan lengang. Tapi, tiba-tiba monyet itu menghilang dibalik bukit.

Selanjutnya kera-kera lain bermunculan dari banyak sekali penjuru. Sepertinya mereka sedang mencari makan disekitar Pasar Bubrah. Aku berusaha mendekatinya untuk mengambil gambar dari erat lantaran jarak pandang mulai terbatas akhir kabut. Namun, sialnya mereka malah lari ketakutan kearah bukit. Mungkin mereka kira saya ini mbahnya kali ya? Hhehehe. Suara pekikan mereka lantang terdengar sembari pergi meninggalkan Pasar Bubrah. Ahirnya kami hanya bermain-main dan mengambil foto disekitar tenda hingga kami tertidur.

Maghrib pun tiba dan kami terbangun dari tidur yang begitu nyaman. Aku memanaskan air dan menyeduh kopi untuk menghangatkan badan. Gunawan sendiri kembali memejamkan mata sedangkan saya menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Hingga hari mulai larut tak ada gejala kalau ada orang yang naik ke Pasar Bubrah. Sah ! kami hanya berdua disana. Ya, nikmati saja suasana tenang itu. sangat mendamaikan dan penuh dengan ketenangan.

Gunawan ahirnya bangun dan ikut menikmati kopi yang sudah mulai dingin. Tiba-tiba saya menyerupai mendengar teriakan orang. Aku semakin memasang tajam pendengaranku. Karena tahun kemudian saya pernah mendengar bunyi alunan gamelan dari Pasar Bubrah. Aku pikir itu juga bunyi yang entah dari mana asalnya. Tetapi, sehabis saya yakin kalau itu bunyi pendaki lain kamipun keluar tenda dan melihat sekeliling. Benar saja ada enam nyala lampu headlamp. Kami memperlihatkan tanda menggunakan senter dan headlamp kalau kami ialah pendaki lain yang sudah terlebih dulu ngecamp disana.

Kami lantas menikmati suasana hirau taacuh diluar tenda. Karena kepalang tanggung kita sudah terlanjur keluar tenda. Sebenarnya kami berniat menciptakan perapian. Tapi, minimnya kayu bakar dan materi tidak tersedianya materi bakar kami urungkan saja niat kami itu. Sebenarnya masih ada alasan lain yang menciptakan kami gagal menciptakan perapian. Karena persediaan rokok kami mulai menipis. Ya, terlalu usang terjaga menciptakan konsumsi rokok semakin boros. Ahirnya kami tidur dengan memasang alarm pukul 04:30 WIB.

7. Puncak Merapi.

Memandang matahari di Puncak Merapi




Dering nada alarm handphone lantang terdengar dan memaksaku untuk segera bangun menyambut hari baru. Gunawan sendiri masih agak malas untuk bangun dan keluar tenda. Aku mempersiapkan semua perlengkapan dan air minum untuk summit attack. Karena saya dengar diluar sana bunyi teriakan santer terdengar. Mereka ialah rombongan turis yang sedang melaksanakan summit. Aku lekas keluar tenda untuk memastikannya.

Seperti menyeruak semak belukar rimba raya. Aku membuka tenda dengan penuh semangat. Bersiap untuk mengalahkan hari itu. Udara hirau taacuh mengelus perlahan wajah dan tubuhku. Selanjutnya langit gelap bersiap mendapatkan pancaran sinar mentari menyambutku untuk yang kedua kalinya. Setelah saya berada diluar tenda, lantas saya perhatikan sekeliling sambil menghela nafas panjang-panjang. Udara yang begitu murni dan menyejukkan. Serasa membuang penat yang ada didalam jiwa. Sementara itu saya lihat nyala lampu senter dan headlamp berkelap-kelip disekitar lereng menuju Puncak.

Sekarang Gunawan sudah bangun dan berkemas-kemas etelah keluar tenda. Kami sedikit melaksanakan peregangan untuk mencegah cidera atau kram pada otot. Headlamp dan senter sudah berada ditempatnya. Menjadi satu-satunya penerangan menuju puncak. Tas selempang yang sku bawa jiga sudah terisi air minum yang kami perkirakan cukup untuk bekal dua orang.

Gunawan duduk melamun

Langkah pertama saya ambil disusul langkah-langkah selanjutnya. Medan berbatu kerakal ialah suguhan pertama ketika ingin menuju Puncak. Kemudian medan menjelma berpasir dan berdebu. Terasa sangat berat langkah kaki kali ini. Rasa lelah juga semakin terasa menambah lelah. Aku sengaja menggunakan guiter untuk melindungi kaki dari pasir dan debu. Sedangkan caraku berjalan agak sedikit zig-zag. Itu lantaran satu langkah kedepan akan dikurangi ½ langkah kebelakang. Maksudnya langkah kami selalu melorot lantaran menginjak medan berpasir. Rute menyerupai ini sangat menguras tenaga. Jadi, apabila teman-teman berniat mendaki gunung-gunung yang bermedan menyerupai dengan Merapi. Teman-teman harus mempersiapkan fisik terlebih dahulu untuk menghindari kelelahan hebat. Medan berpasir telah resmi kami lewati. Kali ini giliran medan berbatu yang gampang runtuk menyambut. Sebenarnya pendakian hanya disarankan hingga Pasar Bubrah saja. Tapi, kami tetap naik menyerupai biasa. Kami harap teman-teman tidak menjiplak apa yang kami lakukan. Meski hal itu hanya sekedar himbauan. Tapi, rute menuju Puncak Merapi memang sangat berbahaya. Disarankan untuk teman-teman yang akan mencobanya mengenakan treking pole, helm, dan perlengkapan safety lainnya.

Lambaian tangan seorang turis wanita dengan mengucapkan “hay” menyambut kami sebelum Puncak. Aku kembali berjalan untuk menuntaskan pendakian ke Puncak. Sedangkan Gunawan menyusul dibelakangku. Bersamaan langkah terahir di titik tertinggi saya lepaskan hembusan nafas yang panjang. Aku sudah hingga Puncak. Terlihat mentari sudah memecah malam gelap. Mengusir bintang-bintang yang tadinya terperinci berkelap-kelip dilangit. Namun, hanya Bulan yang tampaknya tak rela meninggalkan ltempatnya dan masih sedikit nampak meskipun samar terlihat. Kepulan asap kawah Merapi mengepul dari kalderanya. Asap itu berasal dari beberapa titik dicekungan puncak. Kaldera salah satu gunung teraktif itu menganga seakan siap menelan apapun yang berada didekatnya.

Gunawan sempat meminta beberapa foto kepadaku. Seperti biasa kami hanya menggunakan kamera ponsel saja. Sehingga gambar yang dihasilkan biasa saja. Tidak ada efek khusus. Tapi, itu tidak menipu indah dan luar biasanya panorama gunung Merapi. Aku berniat mendekati beberapa orang turis yang berada puluhan meter dengan kami. Namun, Gunawan berusaha menolakknya. Entahlah. Mungkin ia aib dengan turis-turis tersebut. Padahal Puncak Merapi sangat indah dan mempesona. Sayang sekali kalau tidak mengambil gambar disana. Dari Puncak Merapi sanggup kita lihat beberapa gunung menyerupai Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Merbabu.

Berfoto dengan turis mancanegara

Aku beranikan saja untuk mendekati turis-turis itu. Entah kebetulan atau keberuntungan. Mereka malah mulai berjalan menuju Pasar Bubrah. Langsung saja saya cegat mereka. “Mas, tulung fotoke yo” (mas, tolong fotoin ya) kataku kepada porter yang mendampingi turis-turis tersebut. Namun, salah satu turis wanita berkata “ouuuh photo?”. Lekas saya jawab sekenanya “yes, photo. With you guys”. “Okey, okey. Let’s take a picture” (oke, oke. Ayo ambil gambarnya) kata turis itu sambil membungkukkan badannya. Itu lantaran tinggi badanku hanya setinggi dadanya. Hehehe. “jepret” bunyi kamera handphoneku memberi arahan kalau gambarnya sudah berhasil ia ambil. “Thanks guys” ucapan terima kasihku untuknya. “Oh ya, I like this” (oh ya, saya menyukai ini) katanya.

8. Perjalanan Pulang.

Setelah berfoto turis itu kembali berjalan dengan dituntun porternya. Aku dan Gunawan masih tetap berada di Puncak untuk menikmati suasananya sekaligus mengambil gambar lebih banyak lagi. Berbagai sudut kami coba bersamaan gaya yang berubah-ubah. Hari mulai siang dan panas kembali mengkremasi kulit. Kami putuskan untuk turun kembali ke Pasar Bubrah. Perjalanan turun jauh lebih ringan dibandingkan perjalanan naik. Apalagi ketika perjalanan hingga dimedan berpasir. Hanya sekitar 1 menit kita sanggup sampaidibawah. Ya, itulah laba melewati medan berpasir ketika turun. Tentunya dengan pertimbangan baik buruknya. Apabila hal itu akan mengakibatkan longsor, lebih baik menghindarinya.

Sesampainya di Camp, kami lantas memasak sarapan dan menyeduh kopi. Perjalanan menuju Puncak telah menguras tenaga kami. Sehingga kami harus mengisinya kembali untuk persiapan turun gunung. Perut lapar serta dahaga telah terbayar lunas. Selanjutnya bersantai sejenak dn kembali mengambil beberapa foto lagi. Hingga ketika jam memperlihatkan pukul 09:00 kami lekas mempacking barang bawaan.

Semua barang bawaan telah tertata rapi didalam carrier berukuran 100 L milik Gunawan. Kamipun siap untuk menuruni gunung. Aku berjalan dibelakang dengan membawa trashbag untuk memunguti sampah yang ada di Pasar Bubrah, Sedangkan Gunawan didepan membawa carriernya. Di Pasar Bubrah ini banyak sekali sampah bekas botol-botol minuman dan kaleng bekas masakan kaleng. Tapi, apa yang menciptakan berat ialah air seni yang ada didalamnya. Untuk teman-teman yang mendaki Merapi “saya mohon untuk membuang air seni diluar jalur pendakian dan jangan dimasukkan kedalam botol. Karena itu sangat menjijikan”. Tidak hanya itu, ranjau-ranjau kering kadang ada disekitar Camp.

Sepanjang perjalanan turun saya berusaha memungut sampah yang ada. Kebanyakan sampah yang ada menyerupai botol air mineral, plastik, tisu, masker dan lainya. Hingga ahirnya hingga di Pos 2 kami beristirahat untuk minum. Sambil istirahat saya kembali memunguti sampah yang ada disekitar Pos 2. Setelah dirasakan cukup kami kembali berjalan menuju Pos 1. Medan yang kami lalui ialah jalan yang terus menurun. Karena medan yang begitu berdebu membuatku menggunakan masker dan kacamata. Selain mengurangi pancaran sinar matahari yang begitu menyilaukan juga untuk menahan debu biar tidak masuk kedalam mata.

Agak usang kami berjalan menuju Pos 1 dengan aktifitas yang tidak terlalu berbeda dari sebelumnya. Dari kejauhan telah nampak bangunan Pos 1 dibalik pepohonan. Kami terus mempercepat langkah biar lcepat hingga di Pos 1. Kkami sempatkan beristirahat agak usang disana. Aku berusaha megisi penuh trashbag yang saya bawa dengan sampah-sampah yang berantakan disekitar slter. Selter yang berada didekat Pos 1 ialah yang paling luas. Sehingga sangat cocok untuk beristirahat. Kulit serasa terpanggang dan semakin menghitam, sangat eksotis. Peluh yang mengucur turun deras membasahi kulit bercampur debu-debu yang melekat dibadan. Tapi, itulah mendaki gunung. Kita harus tetap survive dalam keadaan dan situsasi menyerupai apapun. Kami kembali berjalan menuju Basecamp. Ditengah perjalanan menuju Basecamp Gunawan mencoba lewat rute penduduk kearah kiri. Sedangkan saya masih tetap berjalan di rute pendakian. Aku sempat berpapasan dengan 3 orang pendaki sehabis berpisah untuk sementara dengan Gunawan.

“Bang, Pos 1 masih jauh ga?” salah satu anggota tim itu bertanya kepadaku. “Udah deket kok mas. Paling sekitar lima menit dari sini” saya berusaha menjawab dengan jujur pertanyaannya. Kebanyakan pendaki menjawab pertanyaan tersebut dengan balasan yang tidak sebenarnya. Tapi, itu dilakukan untuk menambah semangat yang bertanya. Kalau menurutku lebih baik dijawab apa adanya. Ya kalau yang bertanya memang benar-benar tidak tau. Kalau ia hanya berpura-pura tidak tau, Kita sendiri yang kena batunya. Disekitar perkebunan tembakau saya dan Gunawan kembali bertemu. Kami kembali berjalan bersama menuju Basecamp.

Gunawan berjalan didepan dan saya berada dibelakangnya. Ahirnya jalanan beraspal kembali nampak. Tapi, itu bukan berarti kami telah hingga Basecamp. Karena Basecamp masih b eberapa ratus meter lagi. Aku letakkan trashbag yang terisi penuh oleh sampah dipersimpangan tersebut biar pengelola tersinggung dengan perlakuanku. Aku sedikit geram dengan pihak pengelola yang kurang memperhatikan kemudahan bagi para pendaki. Misalnya saja Basecamp yang letaknya kurang strategis dan tersedianya kamar mandi. Saya rasa kurang setimpal dengan retribusi yang kami bayarkan. Kami beristirahat sejenak untuk mencuci tangan dan muka di tempat itu. Dua gelas minuman segar kami pesan kepada pemilik warung yang berjualan disana. Kami mengobrol cukup usang disana sebelum melanjutkan perjalanan ke Basecamp. Tak terasa hari mulai siang dan adzan sholat jum’at berkumandang. Kami lekas membayar minuman yang kami pesan dan kembali turun menuju Basecamp. Sesampainya di Basecamp kami lekas membayar parkir dan pulang menuju Solo. 

Sekian catatan perjalanan kali ini wacana Jalur Pendakian Gunung Merapi - Pendakian Spontan Mencari Ketenangan diGersangnya Pasar Bubrah, semoga bermanfaat bagi sahabat Pecinta Kaldera.
Terima kasih..

Komentar

Postingan Populer